Pantai Pulau Merah

Terletak di ujung Selatan Pesisir Banyuwangi Jawa Timur

Bande Alit

Pesisir selatan Jember

awak kapal

Selat Bali

savana hijau

Menikmati kehijauan di savana Baluran Jawa Timur

Perahu

di pesisir wisata Pantai Bedul Banyuwangi

Senin, 27 Januari 2014

my tweet


Kamis, 09 Januari 2014

Menikmati Sunrise dari Tempat Selain Petugas Dilarang Masuk

     Pagi ini memandang luas hamparan ujung pulau dewata. Yupp... pelabuhan Gilimanuk. Tak ada yang spesial malam itu selain perjalanan seperti mimpi. Hanya semalam kami disini. Hampir setiap hari saat terlelap aku selalu berbunga tidur jalan-jalan, tapi tidak untuk malam ini.
     Tepat jam 03.30 mata mulai menerawang dari sudut ke sudut mushola di pelabuhan gilimanuk setelah hampir 4,5 jam tidur beralaskan karpet dan selimut tipis bersama travelermateku Antin.
     Sedikit cerita tentang patnerku yang satu ini, sukanya kalau ngajak mbambung anak ini adalah apa aja oke, berangkat kapan aja oke, dan bersama siapa saja oke.
Dan aku paling suka sedikit berencana dan siap berangkat, bagaimanapun kisahnya diperjalanan itu bagian dari rencanaNya, dan yang pasti akan penuh keajaiban.
Yuupppp... kembali ke pelabuhan, setelah berberes ke kamar mandi langsung persiapan untuk bertemu target utama, sunrise di selat Bali. Perkiraan sunrise bakal muncul jam 5an. Itu ramalanku, untuk hasilnya kita liat nanti. Hahahahaha. Biasa prinsipe wong nekat dan karepe dewe yo ngeneki. Berhubung masih lama, mariikut kami bertemu patung budha yang semalam sempat memikat hatiku dari dalam kapal di tengah laut.

    Patungnya menjulang tinggi di daerah pelabuhan, mari ditengok saat singggah disana. Kamera yang sudah cukup bagus tapi banyak yang lebih bagus juga menjadi faktor pengambilan gambar. Wkwkwkwkwk
Setelah pukul 04.15 kami kembali menuju pelabuhan untuk mendapatkan tiket kapal laut dan segeralah kami berlayar. Hahahha.
“Tin, tempat paling tepat untuk mengambil sunrise itu di bagian atas kapal, ayo kita cari tempatnya”... tadi kan aku sudah cerita kalau patnerku yang ini abcde... sooo pasti sepakat deh sama ide ku. Hahahha
Antin : eh reg, itu ada tangga..
Rega : ooo iya, sip, ayo naik. (aku berjalan duluan menyusuri tangga).
Berpapasan petugas di ujung tangga.
Rega : mas, boleh naik?
Ptgs : iya mbak, naik aja. Tuh duduk di sofa itu.
Rega : iya, makasih mas.
Menanti sunrise sambil makan camilan di sofa yang empuk dan tak ada satupun penumpang yang mengikuti jejak kami kesini. Padahal tempatnya keren banget.
Dan yang berlalu lalang dari tadi hanyalah petugas berseragam dan kita pun berbasa-basi sambil senyum. Jadi kami melihat bagaimana kapten memberi komando untuk menutup pintu kapal, dan memberi aba-aba untuk jalan.
Sunrise sudah mulai nampak, lagi-lagi efek kamera -_- ... hahaha but benda ini yang paling setia mendokumentasikan setiap perjalananku. Yup. I love it. 
Mumumumumu (sambil ciumin kamera sony ku)wkwkwkwk
Sunrise terhalang gunung kalau dinikmati dari atas sini.... tak apalah. Ini hasilnya, biar sedikit amatiran dari cara pengambilan gambar tapi ini sudah perjuangan maksimalisasi hahahha.
Lagi enak enaknya jepret , ealah nih nih nih

   Ya ya gara-gara gambar ini maka tak ada satupun penumpang yang berani kesini. La kami? Hahaha ini hadiah dari perjalanan kami.... ruang esklusif.
    Nah kok bisa g ada yang ngelihat tulisan itu sih? Bukannya kami tak bisa baca, bukannya kami melanggar aturan. Tapi, tapiiiii semalam itu g ada tulisannya, makanya kami berani nyelonong aja kesini. Gimana mau ada tulisannya, wong pass kami naik pintunya udah terbuka aja. Yaaa anggaplah ini masuk dalam rencanaNya karena kami bener-bener pengen menikmati sunrise. Dan kapal ini serasa milik berdua. Hanya ada kami berdua dan para petugas saja...
    Dan bersyukur pula sempat melihat sang awak kapal dengan banggganya mengibarkan sang saka di setiap paginya.
  






Tertinggal Kereta di Stasiun Tengah Sawah


Tahukan kalian bagaimana rasanya TERTINGGAL oleh KERETA DI STASIUN TENGAH SAWAH di malam yang gelap dan HUJAN DERAS? Seperti tak ada jalan keluar, tak ada yang dilakukan. Selain hanya duduk diam dan menunggu datangnya superman atau wonder women.

Saat kereta berhenti di salah satu stasiun dengan Pedenya kami turun menuju pelataran stasiun yang dihiasi hujan. Stasiunnya bisa digolongkan sebagai salah satu stasiun yang kecil, tak ada petugas berseragam, loket pada tutup, dan hanya ada dua, tiga orang penumpang dan para penjemput. Kami sadar bahwa itu bukan stasiun Banyuwangi Baru saat kereta sudah mulai berjalan dan seorang bapak-bapak yang tau kita salah tujuuan berdiri sambil melambaikan tangan ke arah kereta. Bapak itu bermaksud memberi kode pada yang punya kereta untuk berhenti. Karena kereta tak punya spion jadinya tidak melihat ada kode dari si bapak deh. Usul buat bapak-bapak keretaan tolong kasi spion yang gede biar tau kalau ada penumpang yang tertinggal. Hahahhaha
Lalu apa yang kami lakukan?

Oke kami duduk di dalam stasiun dan mencari tahu ini dimana, kita ada di stasiun terakhir-1 yaitu Argopuro. Kalau g salah Cuma butuh waktu 15 menit untuk sampai stasiun terakhir. Aku mengecek kedatangan kereta selanjutnya, dan ternyata akan tiba disana pukul 21.00 WIB. Ketika hanya disana dan menunggu kereta 2 jam lagi apa yang akan kami lakukan dan atau jangan jangan ada yang melakukan sesuatu pada kami nantinya?? Hiiiiiii serem. Secara disana benar-benar hanya ada segelintir penghuni. Teman yang bekerja di kereta apipun jadi salah satu nomor yang kami hubungi, berharap dapat meminta tolong pada temannya yang sedang berdinas di Banyuwangi untuk menjemput kami. Dan ternyata?????? Mata langsung melek saat mendengar dia sedang berada di kereta Banyuwangi. Hah? Heh? Hoh? Jadi kereta yang meninggalkan kami disini itu keretamu? Zonk. Sudahlah, sudah terlanjur juga. Bantuan dari awak keretapun tak dapat diharapkan. Dan sekarang hanya mengharapkan ada bantuan dari masyarakat sekitar.

Tepat sekali, kami duduk di sebelah wonderwomen yang sedang menunggu jemputan supermen. Seorang ibu yang memiliki anak teknik sipil 2009 di universitas yang sama dengan kami. Setelah diantarkan pulang supermen, ibu itu meminta tolong untuk mengantarkan kami menuju jalan raya tempat angkot berkeliaran yang jaraknya satu kilo meter dari sana.

Terimakasih supermen dan wonderwomen telah mengantarkan kami ke pos polisi di perjalanan yang gelap dan berhiaskan rintik hujan.

Satu kisah perjalanan menuju Gilimanuk yang direncanakan olehNya.

NB. Lain kali bagi penumpang kereta dilarang fokus pada hape, kami tertinggal kereta karena masing-masing konsentrasi pada hape dan terjadi miss komunikasi. “tin, wes teko a? (sudah sampai kah?)” opo (coret) iyo ga? (apa iya ga?) tapi yang terdengan olehku “iya ga”tanpa kata apa. -_- sooo aq langsung aja turun dan diapun tanpa ragu mengikutiku turun. Alhasil????? Ya menghasilkan cerita tadi dah.

AMAZING TRIP





Sabtu, 04 Januari 2014

Saling Cuek Bersama Hujan

Awan sedang melakukan titrasi, tetesannya yang konstan menemaniku untuk tidak menyapanyadihari ini. Ku biarkan berlalu begitu saja. Sama. Diapun begitu. Tak sekalipun tetesannya jatuh mengenai tubuhku. Yaa kita saling cuek, antara aku dan kamu hei hujan. Mari sibuk dengan urusan masing-masing. Dan mungkin siapa yang disebelahku saja tak aku tau sedang apa. Saling menyapa hanya dibutuhkan awal sebelum duduk bersebelahan, lalu??? Lalu diam dan berlomba untuk membunyikan keyboard laptop. Kebiasaan masa sekarang membuat kebersamaan tak berarti sepenuhnya

Tak ada yang ingin ku lakukan, gerakan mouse ke folder satu per satu. Terhenti sejenak menikmati dokumentasi 3 Februari 2011. Langkah pertamaku untuk memulai langkah-laangkah selanjutnya bersama angkutan umum.

Jember pagi itu sangat membuatku semangat untuk melangkahkan kakiku menuju stasiun kereta api. Yaa... rasa bangga menggelayuti ayunan langkahku. Untuk apa? Untuk mendapatkan segudang pengalaman dalam perjalanan.

Apa yang kau harapkan? Suasana baru, tempat baru, asing, dan tak ku kenal siapapun kecuali temaan yang sedang kupegang tangannya disamping pundakku yang selalu tersenyum.
Benar-benar baru, asing, unik. Inikah Malang? Ya pertama kali aku meletakkan jejak langkahku disini. Apa itu perjalanan? Aku tak tahu sepenuhnya, hanya mengayunkan kaki sejauh mungkin, melepas pandangan seluas mungkin, agar senyumku menjadi ringan dan mengembang dengan ikhlas.