Minggu, 10 November 2013

Enam Pasang Mata Menantang eh Memandang Puncak Mahameru

Siapa yang tak mengenalnya? Siapa pula yang tak tahu keelokannya?
Tak sedikit yang memperbincangkannya, tak sedikit pula yang ingin menggapainya.


     Pagi itu sekitar pukul 04.00 ada enam pasang mata yang menyaksikan rantai cahaya putih sampai mendongakkan kepala 45 derajat. Langkah kaki semakin semangat bergerak melawan hawa dingin yang menyelimuti tubuh ini. Karamel senyum kami melekatkan indah dibibir. Yaaa... puncak Mahameru telah berada di depan mata tanpa satupun penghalang. Disaat mata berbinar melihat sorotan lampu yang membuat hati mulai damai dan tentram seakan tinggal selangkah lagi perjuangan telah menang, namun otak mulai bermain logika. Sorot lampu kepala itu nampak begitu silau. Nyalipun menciut menyadari itu. Mereka yang berjalan lebih dulu jauh di depan itu bukan sedang naik, mereka turun dipagi yang begitu buta. Bukankah ini saat yang tepat untuk mulai  mendaki? Kalaupun telah mencapai puncak sepagi ini apa yang dapat mereka lihat? Dan mereka berangkat pukul berapa untuk dapat kembali jam segini? Hanya ada satu jawaban, mereka berbalik arah dari tengah jalan untuk kembali ke tenda karena faktor hawa yang dingin, angin yang kencang, kondisi tubuh kurang fit, dan estimasi waktu untuk mencapai puncak kurang tepat, dan yang terpenting adalah semangat yang mulai luntur.

     Jam segitu ramai orang, dimana lagi selain di pasar. Yaaa disini tak kalah ramai dengan pasar subuh di tempat kami berada. Kami sama sekali tak merasa takut akan sendiri, meski tak seorangpun pemandu yang mendampingi kami. Yang mengherankan sampai sekarang kenapa saat itu kami tidak berfikir seberapa jauhnya itu sebelum kami memutuskan untuk melangkah. Memang benar begitu ramai terlihat saat kita berada di lereng, padahal ketika perjalanan dari Kali Mati ke Arcopodo kami hanya mampu bertemu dengan beberapa orang saja. Dan ketika mencapai lereng Mahameru terlihat ramai bukankah itu berarti kami akan menghadapi medan yang cukup menguras tenaga? Mereka yang kita lihat dari bawah tadi masih tetap berada di sepanjang lereng. Hahaha rasanya saat ini ingin menertawakan kenekatan yang telah kita perbuat.

     Perjalanan Kalimati-Arcopodo benar-benar mengingatkanku pada acara jurit malam saat pramuka. Kita harus berjalan beriringan, bergandengan tangan, istirahat bersama saat satu atau dua teman merasa lelah, dan yang paling penting adalah bagaimana cara saya buang air kecil di tengah perjalanan. Hahahaha... di dekat jurang sebelah kanan (naik) perjalanan menuju Arcopodo kita bisa melihat bentangan lampu malam kota Malang. Terlihat memukau mata. Lensa kamera tak mampu mengabadikannya, tapi itu tergambar jelas di retina enam pasang mata. Saat tiba di dekat jurang sebelah kiri kita melihat kota Lumajang sampai ke timur entah mana batas Lumajang dan Jember. Yang jelas kami hanya mampu berkata WOW dengan berat sekali rasanya untuk berkedip.

Semangat teman sangatlah berarti, senyum teman sangatlah penuh makna, dan karena itulah kami mampu berdiri disana.



0 komentar: